NASIONAL,DUASATU.NET- Pada dasarnya pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pengaturan ini juga telah mengalami perubahan dari yang sebelumnya diatur pada UU Nomor 34 Tahun 2000, Pengaturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah ini sangat bergantung pada pengaturan mengenai otonomi daerah, yang mengakibatkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi semata untuk keperluan APBD tanpa mempertimbangkan kebutuhan pelayanan bagi pembayar pajak.
Sejalan dengan hal tersebut, pemberian kewenangan kepada daerah dalam memungut pajak dan retribusi daerah, memliki tujuan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah yang tentunya mengarah pada pemberian pelayanan publik di daerah yang sama tiap-tiap daerahnya.
Selanjutnya, kewenangan memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagaimana amanat Pasal 23A UUD 1945 telah diatur pada UU Nomor 28 Tahun 2009.
Pengaturan ini juga telah mengalami perubahan dari yang sebelumnya diatur pada UU Nomor 34 Tahun 2000, Pengaturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah ini sangat bergantung pada pengaturan mengenai otonomi daerah, yang mengakibatkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi semata untuk keperluan APBD tanpa mempertimbangkan kebutuhan pelayanan bagi pembayar pajak.
Sejalan dengan hal tersebut, pemberian kewenangan kepada daerah dalam memungut pajak dan retribusi daerah, memliki tujuan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah yang tentunya mengarah pada pemberian pelayanan publik di daerah yang sama tiap-tiap daerahnya.
kemudian Di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Pajak dan Retribusi daerah berbunyi bahwa “Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan-kegiatan penagihan pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetornya.
Dengan demikian Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi daerah memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk dapat Pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut beragam jenis pajak daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Hal ini sangat dimungkinkan jika pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk menetapkan sendiri jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungutnya, tanpa ada intervensi dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi.
Dikarenakan berdasarkan kewenangan pemerintah daerah memiliki kemampuan optimal untuk memungut pajak daerah yang ada di daerahnya, perlu kiranya mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang memang sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan agar tercipta efisiensi dan efektivitas dalam pemungutan pajak daerah serta meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah, dimana salah satu perubahan mendasar dari Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 adalah diaturnya mengenai sanksi berupa penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau retribusi daerah.
Seiring perkembangan era globalisasi dan tingginya pertumbuhan ekonomi saat ini, mempengaruhi laju perekonimian terhadap keuangan pusat dan Daerah. Maka dibentuk dan disahkannya produk hukum yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi, dan Daerah provinsi dibagi atas Daerah kabupaten dan kota.
Dalam penjelasan pada undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah bahwa pengaturan sistem pajak dan retribusi yaitu Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dari sajian penjelasan undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 menimbukan ketidakpastian hukum yang jelas mengenai bagaimana seharusnya pengaturan konsepsi sistem pemungutan pajak dan retribusi karena dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah apabila Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah digantikan pasca adanya hubungan keuangan pusat dan daerah.
Disisi lain, Undang-Undang tersebut merupakan penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. D
alam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama, yaitu:
Mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui kebijakan TKD dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.
Namun yang menjadi permasalahan dalam Undang-undang ini yaitu pengaturan konsepsi sistem pemungutan pajak dan retribusi masing masing daerah. dimana di dalam salinan penjelasan pada undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah bahwa pengaturan sistem pajak dan retribusi yaitu Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dari sajian terhadap penjelasan undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 menimbukan ketidakpastian hukum yang jelas mengenai bagaimana seharusnya pengaturan konsepsi sistem pemungutan pajak dan retribusi karena dalam undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah apabila Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah digantikan pasca adanya hubungan keuangan pusat dan daerah.
Kemudian, amanat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang peraturan perundang-undangan yang mana produk hukum harus memperhatikan asas-asas yang berlaku dimasyarakat.
Salah satunya bertolak belakang dengan tujuan dari asas dapat dilaksanakan, yang mana asas ini menyatakan bahwa untuk setiap pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut di dalam memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, atau yuridis.
Asas ini bertolak belakang dengan tujuan dari berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dikarenakan dalam konsepsi sistem pajak dan retribusi daerah merupakan tidak dapat disamakan terhadap kebijakan hukum lainnya.
Melainkan pengaturan pemungutan dalam sistem pajak dan retribusi daerah harus fokus kepada satu produk hukum yang mengatur mengenai laju pertumbuhan keuangan daerah.
Sejalan dengan itu, undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak sesuai dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa dalam asas tersebut menjelaskan bahwa setiap peraturan-undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah menimbulkan simpang siur terhadap pengaturan sistem pemungutan pajak dan retribusi daerah.
Sedangkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah menyatakan bahwa pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.
Dimana pada dasarnya undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah merupakan produk hukum yang memberikan kemanfaatan dan kepastian hukum.
Kemudian, kebijakan hukum terkait hubungan keuangan pusat dan daerah tidak sesuai dengan amanat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang peraturan perundang-undangan yang mana produk hukum harus memperhatikan asas-asas yang berlaku dimasyarakat.
Salah satunya bertolak belakang dengan tujuan dari asas dapat dilaksanakan, yang mana asas ini menyatakan bahwa untuk setiap pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut di dalam memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, atau yuridis.
Asas ini bertolak belakang dengan tujuan dari berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dikarenakan dalam konsepsi sistem pajak dan retribusi daerah merupakan tidak dapat disamakan terhadap kebijakan hukum lainnya.
Melainkan pengaturan pemungutan dalam sistem pajak dan retribusi daerah harus fokus kepada satu produk hukum yang mengatur mengenai laju pertumbuhan keuangan daerah.
Untuk mengoptimalkan berjalannya pemungutan pajak dan retribusi daerah dengan disahkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diharapkan kepada Pemerintah Daerah agar lebih bersinergi dalam memantapkan laju pertumbuhan keuangan daerah sehingga hubungan keuangan daerah dan pusat menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Dan kemudian untuk undang-undang mengenai pajak dan retribusi daerah seharusnya menyesuaikan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum serta Undang-Undang tersebut merupakan penyempurnaan implementasi hubungan euangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan. (RAMADHANI)
Oleh:
Elfi Nola Tumangger