Aksi Unras Bampersu di Kejati Sumut/foto: Ifnu Sungkowo
LABURASUMUT,DUASATU.NET- Program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang dicanangkan pemerintah pusat melalui kementerian pertanian (Kementan) kembali jadi sorotan. Kali ini, dugaan penyimpangan terungkap dalam pelaksanaan PSR tahun anggaran 2025 oleh dinas pertanian (Dispertan) Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Seperti dilansir metrotv9news.com
lembaga barisan mahasiswa pemuda dan rakyat sumatera utara (Bampersu) berunjuk rasa di kejaksaan tinggi (Kajati) Sumatera Utara pada Rabu (11/6/2025).
Dalam orasinya Bampersu menuntut agar Kejati segera memanggil dan memeriksa Dispertan Labuhanbatu Utara atas dugaan korupsi dan pelanggaran teknis dalam pelaksanaan PSR.
Lahan karet masuk program replanting sawit, temuan pertama yang menuai kecurigaan publik adalah penggunaan lahan karet dalam program replanting sawit. Berdasarkan dokumentasi lapangan tanggal 30 April 2025 di perkebunan Londut, Kec Kualuh Hulu, terungkap bahwa sebagian besar lahan yang diremajakan adalah lahan tanaman karet, bukan sawit tua.
Padahal, sesuai ketentuan PSR, replanting hanya dapat dilakukan pada kebun sawit rakyat yang telah berusia lebih dari 25 tahun dan tidak produktif. Penggunaan lahan karet dalam program ini dianggap tidak sah dan berpotensi merugikan negara serta menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Serah terima bibit sawit janggal, Bampersu membeberkan kejanggalan dalam pengadaan dan distribusi bibit sawit. Dalam dokumen berita acara serah terima barang antara CV Risana Jaya Lestari dan Gapoktan Beringin Jaya ditandatangani pada 27 Januari 2025, disebutkan sebanyak 7.246 batang bibit sawit telah diserahkan.
Namun dari hasil investigasi lapangan, bibit sawit baru tiba di rumah Ketua Gapoktan (Asnan) pada 27 April 2025, tiga bulan setelah tanggal serah terima. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keabsahan dokumen serah terima dan indikasi pemalsuan waktu distribusi barang.
“Bagaimana mungkin dokumen serah terima ditandatangani pada Januari, padahal bibit baru tiba pada akhir April, "ujar Kobul Harahap, koordinator lapangan Bampersu. Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut peran CV Risana Jaya Lestari dalam pengadaan bibit sawit senilai Rp 318 juta tersebut.
Harga bibit dianggap tidak wajar, dalam dokumen yang sama, harga satuan bibit sawit mencapai Rp 44.000 per batang. Total pengadaan mencapai Rp 318.824.000. Nilai ini dinilai janggal, mengingat harga pasaran bibit sawit berkualitas di kisaran Rp 25.000–30.000 per batang.
“Jika harga dinaikkan tanpa dasar yang jelas, berarti ada potensi mark-up yang merugikan negara,” jelas Zainal Abidin Dalimunthe, koordinator aksi Bampersu.
Tuntutan kepada Kejati dan Bupati, dalam surat bernomor 28/BAMPERSU/III/2025, Bampersu mengajukan sejumlah tuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara:
1. Memanggil dan memeriksa dinas pertanian Labuhanbatu Utara atas dugaan korupsi dalam program PSR TA 2025.
2. Menurunkan tim investigasi ke lokasi yang terindikasi terjadi pelanggaran.
3. Memeriksa Direktur CV Risana Jaya Lestari atas dugaan pelanggaran pengadaan bibit sawit.
4. Meminta Bupati Labuhanbatu Utara mencopot pejabat dinas pertanian yang terlibat.
Bampersu melakukan aksi unjuk rasa yang berlangsung damai tersebut di hadiri lebih dari massa dengan alat peraga seperti spanduk, karton, dan pengeras suara.
Dasar hukum dan rujukan, Bampersu merujuk pada berbagai regulasi, antara lain, UU No 31/1999 jo. UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
UU No 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP), Perpres No 16/2018 tentang pengadaan barang jasa (PBJ) pemerintah, serta UU No 9/1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Mereka juga menekankan hak konstitusional dalam UUD 1945 Pasal 28F untuk memperoleh dan menyampaikan informasi.
Penelusuran lebih lanjut, tim investigasi media akan terus menelusuri perkembangan kasus ini, termasuk menghubungi pihak CV Risana Jaya Lestari, Dispertan Labuhanbatu Utara, dan Gapoktan Beringin Jaya untuk memberikan hak jawab atas dugaan-dugaan yang muncul.
Kasus ini menjadi cermin penting bagaimana program strategis seperti PSR yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas petani sawit justru rentan diselewengkan di tingkat daerah. (IFNU SUNGKOWO)