SERANG,DUASATU.NET- Organisasi masyarakat (Ormas) koalisi investigasi jaringan masyarakat (Kejam) Provinsi Banten gelar aksi damai di halaman perum perhutani KPH sebagai bentuk keprihatinan dan desakan atas dugaan lemahnya pengawasan kawasan hutan di Kecamatan Cihara dan Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak menjadi lokasi aktivitas penambangan batu bara ilegal yang menimbulkan kerusakan lingkungan serius, Kamis 13 November 2025.
Aksi damai, mengacu sejumlah payung hukum nasional, UU keterbukaan informasi publik, UU pemberantasan tipikor dan jaminan kebebasan masyarakat menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 Ayat (2).
Dalam pernyataannya, Koalisi Kejam menilai ada kejanggalan dan lemahnya pengawasan Perum Perhutani KPH Banten terhadap kawasan hutan yang mereka kelola. Audiensi sebelumnya, pihak Perhutani mengakui razia terhadap aktivitas ilegal sering tidak membuahkan hasil dan belum ada pelaku yang tertangkap tangan.
Koalisi mempertanyakan pernyataan pihak Perhutani yang menyebut Gunung Pinang sebagai milik perorangan. Mereka menuntut kejelasan status kepemilikan melalui sertifikat atau dokumen resmi jika benar kawasan tersebut tidak masuk dalam wilayah hutan Perhutani.
Menurut hasil investigasi lapangan Koalisi Kejam, aktivitas tambang ilegal menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas, meliputi perusakan lahan, rusaknya ekosistem, pencemaran udara, hingga jatuhnya korban jiwa.
“ Tambang ilegal bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi kejahatan terhadap lingkungan dan kemanusiaan. Setiap lubang tambang adalah luka bagi bumi, dan setiap korban jiwa adalah bukti lemahnya pengawasan negara,” ujar perwakilan Koalisi Kejam dalam orasi mereka.
Dalam aksi tersebut, Koalisi Kejam Prov Banten mendesak Perum Perhutani KPH Banten melakukan evaluasi menyeluruh atas pengawasan kawasan hutan. Aparat penegak hukum menindak tegas seluruh pelaku dan pihak terkait tambang ilegal.
Pemerintah daerah dan pusat menjamin keterbukaan informasi publik sesuai amanat UU No14/2008. Seluruh pihak menghentikan praktik yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Adi Muhdi alias Acong, selaku komandan lapangan (Danlap) aksi, menegaskan bahwa Koalisi Kejam tidak puas dengan jawaban yang diberikan pihak Perhutani. Ia menyebut Perhutani tidak mampu menunjukkan bukti-bukti pendukung, termasuk denah lokasi terkait kawasan Gunung Pinang.
“Karena jawabannya tidak memuaskan, Koalisi Kejam akan turun aksi dengan massa yang lebih banyak lagi,” tegas Acong.
Aksi ini menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat sipil menuntut peran aktif negara dalam menjaga kelestarian hutan dan menindak tegas praktik tambang ilegal yang semakin meresahkan. (A ABDULROHIM)
